Dia terhenti di sisi jalan itu. Mengusir sepi yang mulai menjadi pihak ketiga antara kami. Dia berjalan memunggungiku. Berdehem, seolah suaranya tercekat dan sulit dikeluarkan. Dia menunduk. Masih dalam posisinya yang membelakangiku, ia sodorkan tangannya ke arahku.
“Selamat ya..kamu pemenangnya”
Aku terdiam. Tidak memberikan respon apapun. Sepi mulai kembali lagi di antara kami.
“Maaf..aku ga bisa..”, Ucapnya dengan suara yang berat. Seolah ia menahan sesuatu. Gejolak yang ada di dalam dadanya.
“Kenapa? Berikan aku alasan..”, Tanyaku mencoba menanggapinya.
“Alasan? untuk apa? Aku terlalu takut untuk memberimu alasan”, Ia mulai menggeser badannya dan membiarkan wajahnya bertemu dengan wajahku.
“Kita ga bisa nerusin ini semua. Aku cape. Kamu simpel dan aku kompleks. Kita ga akan nyatu.” Ia mencoba memberikan penjelasan. Penjelasan yang justru membuatku semakin larut dalam diam.
“Kamu menang..kesimpelan kamu membuktikan..bahwa kamu yang paling hebat. Kamu diakui oleh semua. Sedangkan aku? Aku tenggelam oleh sifat kompleksku. Aku mati…! Mati karena tak mampu membuktikan…bahwa aku bisa menang. Mengalahkan sifat simpelmu.”
Kutarik nafas. Mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapinya.
“Kompleks..kamu benar..kita memang beda. Aku simpel dan kamu kompleks. Tapi bukan berarti, salah satu dari kita bisa menjadi pemenang. Ga ada yang jadi pemenang. Kita sama. Kita adalah sifat yang ada dalam sebuah proses. Setiap orang itu butuh kita. Kita saling mengisi dan membutuhkan satu sama lain. Istimewanya sebuah kesederhanaan, karena ada kompleks di dalamnya. Begitu pula dengan istimewanya sebuah kekompleks-an, karena ada kesederhanaan di dalamnya. Jadi..kamu salah jika memandang kita akan lebih sempurna dengan berpisah. Karena pada nyatanya, kita itu satu kesatuan. Sulit untuk dipisahkan”
*Based on his story :)*
onlyai 